sambutan

Selamat Datang di Blog PSHT UB

Senin, 01 April 2013

Kegunaan PSHT


Bagi kadang-kadang PSHT sendiri sebagai seorang individu
                Perjalanan hidup seorang pada umumnya selalu terombang ambing oleh pasang surut gelombang kehidupan, entah itu sebagai  “cobaan” ataupun sebagai ujian hidup. Gelombang itu bisa diakui sebagai “kawan” ataupun diakui sebagai “lawan” hal tersebut tergantung pada kekuatan, keseimbangan, dan keselarasan “diri pribadi” menetukan sikap dalam menghadapi gelombang yang merupakan “tantangan hidup” itu. Karena semuanya proses itu tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA TUHAN sesuai dengan kodrat (kuasa) dan iradat (karsa) Tuhan YME. Oleh karena itu, barang siapa selalu dalam hukum
Tuhan, meyelaraskan tiap kehendakdan perbuatan dengan kodrat dan iradat Illahi, maka mereka akan “aman tentram selamat sejahtera” lahir dan batin.

                 Dalam hubungan ini Setia Hati membantu membimbing kadang-kadang mencapai tujuan tersebut dengan mengusahakan latihan-latihan untuk dapat menguasai kekuatan jasmaniah dan kekuatan rohaniah dengan latihan olah raga dan olah jiwa. Setia Hati berkeyakinan, bawa gerak mobah molah insane itu bertujuan:
1.  Mempertahankan diri pribadi.
2. Mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir-batin).
3. Kembali pada sumber-Nya (sesempurna-sesempurnanya).
Setiap insan Setia Hati diwajibkan memahami pencak silat Setia Hati dan menjiwai kerohanian Setia Hati dengan melakukan latihan-latihan secara teratur, terarah, dan tekun. Tiap latihan harus dikerjakan denagn teliti sampai selesai dengan hasil yang memuaskan, baik lahiriah dan juga batiniah. Semua itu dipersiapkan untuk menghadapi semua tantangan hidup, dengan menghayati ajaran-ajaran, diharapkan setiap insan-insan Setia Hati akan berhasil mencapai suasana “aman, tentram, senantiasa selamat sejahtera ” lahir-batin didunia dan di akhirat.
        Bagi kadang PSHT dalam ikatan organisasi
        Insan PSHT yang merasa mempunyai ikatan tali Persaudaraan Setia Hati Terate dalam arti Diri Setia Kepada hati sanubari, berjiwa pribadi PSHT merasa serta berpencak silat PSHT sudah selayaknya merasa sati rumpun.
        PSHT harus dapat merasakan sebagai “suh/simpai” yaitu suatu pengikat untuk menghimpun san mengatur secara organisasi yang baik dan teratur, yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pembangunan, khususnya di bidang mental spiritual.
        Ikatan batin dengan jiwa pribadi SH dalam suatu organisasi yang baik dan teratur sebagai wadah atau sarana, dimana para kadang dapat saling “silih asah, silih asuh, silih asih” (masing-masing saling mempercerdas, mengasuh hingga timbul rasa cinta kasih dan kasih sayang satu sama lain).

Bagi kemanusiaan
PSHT bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang-kadang kearah “diri setia kepada hati sanubari” karena jika diri sungguh-sungguh sudah setia kepada hati sanubari. Ini berarti bahwasanya “diri dengan pribadi” sudah menjadi satu manunggal, lingkup melingkupi dan serap menyerapi. Manusia sungguh-sungguh mewujudkan suatu totalitas, suatu kebutuhan bulat. Manusianya sungguh-sungguh dapat disebut “pelaku bulat” dari Tuhan YME. Ajaran-ajaran tersebut pada dasarnya beraspek universal untuk seluruh manusia, tidak hanya semata-mata kadang PSHT saja.
Hati sanubari atau “pribadi” tidak dapat disangkal lagi sebagai landasan untuk beriman dan memantapkan iman kepada Tuhan YME di dalam lubuk hati yang paling dalam yaitu hati sanubari. Hati sanubarilah yang dapat mewujudkan gerak mobah molah atau pakarti adil, jujur, benar,tepa sarira dan membawa seseorang ke “rasa pangrasa” yang halus dan mendalam. Rasa ini yang mengantarkan kepada rasa kemanusiaan yang adil dan beradab serta berbudi luhur. Tiada pekerti budi luhur tanpa melandaaskan diri pada Tuhan YME itu tumbuh kembangnya di hati sanubari.
Oleh karenanya itu tidak berlebihan, jika yang disebut hati sanubari atau pribadi itu dianggap berfungsi seolah-olah “sebagai duta besar berkuasa penuh” untuk mencapai ke Tuhan YME dan dari Tuhan YME, disamping fungsinya sebagai sarana Tuhan YME untuk menyatakan diri dalam wahyu-Nya. Dengan diri setia kepada hati sanubari, maka diri sudah manunggal dengan pribadi yang saling lingkup melingkupi, serap menyerapi. Dengan begitu diri tidak menjadi tirai (pemisah) antara pribadi dengan Tuhan YME penciptanya. Dalam hubungan ini diri bahkan dapat menjadi tombol antara pribadi dengan Tuhan YME. Hal ini seperti tersebut diatas bisalah digunakan sebagai salah satu unsur landasan dalam tata kehidupan ber-Pancasila demi memantapkan suksesnya “pembangunan bangsa Indonesia”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar